Demo Besar 29 Agustus: Mahasiswa, Ojol, dan Publik Bersatu Tolak Tunjangan DPR
Mahasiswa, Ojol, dan Publik Bersatu Tolak Tunjangan DPR
Tanggal 29 Agustus 2025 tercatat sebagai salah satu momen penting dalam dinamika demokrasi Indonesia. Ribuan massa dari berbagai latar belakang—mahasiswa, pekerja, hingga pengemudi ojek online (ojol)—turun ke jalan untuk menyuarakan penolakan terhadap rencana kenaikan tunjangan DPR.
Aksi ini tidak hanya berlangsung di Jakarta, tetapi juga merembet ke sejumlah daerah besar seperti Bandung, Surabaya, Yogyakarta, dan Makassar. Suasana jalan raya mendadak berubah menjadi lautan manusia dengan spanduk, poster, dan orasi yang penuh semangat.
Latar Belakang Aksi
Rencana kenaikan tunjangan DPR memicu kontroversi tajam. Di tengah kondisi ekonomi yang masih sulit, harga kebutuhan pokok naik, dan banyak pekerja yang berjuang dengan upah minimum, wacana tunjangan anggota DPR dianggap tidak berpihak pada rakyat.
Banyak mahasiswa dan masyarakat menilai, keputusan tersebut menunjukkan adanya jurang yang semakin lebar antara wakil rakyat dan rakyat yang mereka wakili.
Mahasiswa sebagai Motor Pergerakan
Mahasiswa tetap menjadi motor utama dalam aksi ini. Di berbagai kampus, seruan untuk turun ke jalan sudah bergema sejak awal Agustus. Mereka menyebut aksi ini bukan hanya tentang tunjangan DPR, tetapi tentang keadilan sosial.
Seorang mahasiswa dari Universitas Negeri Jakarta menyatakan,
“Kami bukan sekadar menolak tunjangan. Ini tentang bagaimana negara harus lebih peduli pada kesejahteraan rakyat, bukan kepentingan segelintir elit.”
Ojol Ikut Turun ke Jalan
Yang membuat demo 29 Agustus ini berbeda adalah keterlibatan besar-besaran pengemudi ojek online. Mereka merasa kebijakan ekonomi pemerintah tidak berpihak pada pekerja lapangan.
Salah satu perwakilan ojol di Jakarta menyampaikan orasi:
“Kami setiap hari bekerja keras di jalanan, menghadapi risiko kecelakaan, penghasilan pas-pasan. Lalu, DPR dengan mudahnya menambah tunjangan? Kami menolak ketidakadilan ini.”
Partisipasi ojol memperlihatkan bahwa isu ini tidak hanya milik mahasiswa, tetapi juga menyentuh lapisan masyarakat pekerja.
Suasana Demo
Sejak pagi, massa sudah berkumpul di sekitar gedung DPR/MPR RI. Mereka membawa poster bertuliskan “Tolak Tunjangan DPR”, “DPR Bukan Raja”, dan “Prioritaskan Rakyat, Bukan Kantong Sendiri”.
Aksi berjalan damai di awal, diiringi orasi, nyanyian perjuangan, dan doa bersama. Namun, menjelang sore sempat terjadi ketegangan antara aparat dan demonstran di beberapa titik. Meski begitu, mayoritas aksi tetap berlangsung tertib.
Respons Publik dan Pemerintah
Di media sosial, tagar #Demo29Agustus, #TolakTunjanganDPR, dan #RakyatBersatu menjadi trending. Banyak warganet mengapresiasi semangat mahasiswa dan ojol yang berani menyuarakan keresahan rakyat.
Sementara itu, pemerintah dan DPR menyatakan akan membuka ruang dialog. Beberapa anggota DPR berjanji untuk mengevaluasi kembali wacana kenaikan tunjangan tersebut.
Makna dari Aksi 29 Agustus
Aksi besar ini menunjukkan bahwa suara rakyat tidak bisa diabaikan. Mahasiswa, ojol, dan masyarakat umum bersatu dalam satu tujuan: menuntut keadilan dan transparansi dalam kebijakan negara.
Bukan hanya tentang tunjangan DPR, tetapi juga tentang bagaimana pemerintah seharusnya mendengar rakyat kecil. Demo ini menjadi pengingat bahwa demokrasi hidup dari partisipasi rakyat, bukan hanya elit politik.
Penutup
Demo 29 Agustus menjadi bukti nyata bahwa solidaritas lintas kelompok masih hidup di Indonesia. Mahasiswa dengan semangat idealismenya, ojol dengan perjuangan sehari-harinya, dan publik dengan kepeduliannya, bersatu menyuarakan satu hal: tolak kebijakan yang tidak adil.
Aksi ini juga menjadi catatan sejarah bahwa rakyat Indonesia siap bergerak bersama untuk menuntut keadilan, kapan pun dan di mana pun diperlukan.
Comments
Post a Comment